Penambangan pasir di desa Tanggulangin di mulai sejak tahun 1995 tetapi pada saat dahulu penambangan pasir masih dilakukan menggunakan alat rombong (bak sampah dari anyaman bambu seperti ember) dan belum menggunakan alat yang sudah modern.
Sekitar tahun 2016 ada pendatang dari Cilacap, saat itu mereka punya keahlian menambang pasir dengan alat yang lebih modern yaitu kapal, blower (mesin) untuk membuka lapisan tanah liat dan juga mensterilkan tanah liat, caduk (bambu dengan ujung besi melingkar) dan waring (jaring untuk mengambil pasir).
Kepala Karang Taruna Desa Tanggulangin Purwadi menjelaskan, dilarang menambang pasir kurang dari 20 meter dari tepian sungai supaya tidak terjadi abrasi di sungai, tetapi penambang pasir di daerah Tanggulangin warganya tidak kooperatif dan tidak sesuai SOP yang diatur dalam peraturan desa.
"Penambang pasir di daerah kami nambangnya ngawur, dalam artian kapalnya ditempelkan di daratan dan langsung mengambil di bawah tanah warga otomatis disitu tanahnya langsung longsor" kata Kepala Karang Taruna Desa Tanggulangin. Sementara itu tanah warga yang longsor Surat Pembayaran Pajak Tanah dihapus karena tidak ada objeknya.
"Dari perkara seperti itu saya jadi Kadus melakukan pendekatan persuasif ke masyarakat yang artinya himbauan dan lain sebagainya, tetapi warga tetap tidak berhenti" kata Kepala Karang Taruna Desa Tanggulangin.
Himbauan ini dilakukan dengan cara memasang spanduk bertuliskan dilarang menambang pasir kurang dari 20 meter dari tepi sungai di beberapa titik pengambilan penambangan pasir.
"Tetapi yang perlu digaris bawahi konflik itu bisa selesai kalau ada kesadaran dari para penambang, kalau ada nanti diproyeksikan menjadi wisata paling tidak kapal kapal mereka yang tadinya untuk menambang itu bisa dialihkan untuk kapal wisata," pungkasnya Kepala Karang Taruna Desa Tanggulangin.
Komentar:
* sara, asusila, kata - kata kasar, flaming, prostitusi, perjudian, narkoba